Beware Cyber Crime
Cyber Crime kata yang tidak pernah luput jika kita bekerja dan beraktifitas
di bidang teknologi, dari dunia maya sampai real. Banyak faktor yang dapat
mendorong seseorang untuk melakukan cyber crime, contohnya adalah kebutuhan
ekonomi, faktor iseng-iseng, penggunaan illegal program,dll. Faktor-faktor
seperti itu sering muncul di dunia maya lebih tepatnya di dunia online gaming,
pada dasarnya sebuah publisher game online (seperti Lyto Game, Gamescool,
Megaxus, Qeon,dll) sudah menerapkan banyak aturan dalam game onlinenya akan
tetapi banyak user yang menyalah gunakan aturan tersebut, misal seperti RMT
(Real Money Trade). Biasanya, di dalam sebuah game online publisher tidak
memperbolehkan player melakukan RMT, karena dalam game online tersebut sudah di
sediakan mata uang nya atau player juga bisa membeli voucher untuk membeli cash
dalam game, tetapi banyak pencari uang (rupiah) dalam game online dengan cara
penipuan . hacking, penggunaan program illegal (cheat), dll .
Berikut adalah contoh kasusnya :
http://www.centroone.com/news/2012/09/2r/pecandu-ragnarok-tertipu-rp20-juta/
Lalu ada lagi seperti halnya kasus "Mama minta pulsa" yaitu
penipuan berkedok menang undian, saya sendiri pun pernah mendapati sms semacam
ini :
"Selamat anda telah memenangkan hadiah undian Toyota Avanza dari
Telk*msel yang di undi pada tanggal 27 Agustus 2014 jam 00.00 di S*TV. untuk
konfirmasi segera buka link berikut telkomsel.co.cc / Hubungi 08882992888"
Lihat pada website nya dengan akhiran co.cc jelas ini adalah penyedia
layanan situs gratis seperti halnya blogspot, jika kita menginput rekening dan
pin disna habis lah uang kita apa lagi jika konfirmasi ke no handphone penipu
pasti ujung ujungnya kita yang melakukan transfer awal. Hal semacam ini juga
dapat dikategorikan cyber crime.
Jadi bagi anda yang memang masi belum melek teknologi, mulai sekarang kita
harus mengetahui perkembangan jaman sehingga kita tidak akan mudah terkena
penipuan penipuan semacam ini.
Perbedaan
CyberLaw di Berbagai Negara. Perbandingan CyberLaw, Computer Crime Act, Council
of Europe Convention on CyberCrime (COECCC). Implikasi Pemberlakuan RUU ITE di
Indonesia.
Sebelumnya apa sih Cyberlaw? Cyberlaw adalah hukum yang
digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan
Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak
negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, Internet dan jaringan komputer
mendobrak batas ruang dan waktu ini.
PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA,
SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND, AMERIKA SERIKAT)
CYBER LAW NEGARA INDONESIA:
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah
dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum”
yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini
dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan
peraturan lainnya. Namun pada
kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi
elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional
merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan
mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic
procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun
ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun
masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya
(cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan
(e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan
masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi
Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi
beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw
ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara
Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu
pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di
Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita
lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan
kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di
dunia.
CYBER LAW NEGARA MALAYSIA:
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda
tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw
berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini
praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari
lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE:
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998
untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore. ETA dibuat dengan tujuan :
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip
elektronik yang dapat dipercaya;
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan
penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan
tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan
infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin/mengamankan
perdagangan elektronik;
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen
pemerintah dan perusahaan
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double),
perubahan yang tidak disengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai
pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari
arsip elektronik dan perdagangan
elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari
perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat
serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang
dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi
pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum. Di Singapore
masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak
elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama
domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat
rancangannya.
CYBER LAW NEGARA VIETNAM:
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di
Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah
perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online
dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya. Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah
keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang
mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan
konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting
keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
CYBER LAW NEGARA THAILAND:
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah
ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi
yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap
rancangan. Cyberlaw di Amerika Serikat Di Amerika, Cyber Law yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA).
UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika
Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform
State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau
Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan
menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda
atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan
elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media
perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai : Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik,
dan kontrak elektronik. Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan
untuk semua pihak. Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik
dan tanda tangan elektronik. Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan
atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara
pihak yang bertransaksi. Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat
lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif
menghilangkan persyaratan cap/segel. Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan
“retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik. Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat
dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik” Pasal 14 : Mengatur mengenai
transaksi otomatis. Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan
penerimaan dokumen elektronik. Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang
dipindahtangankan. Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds
Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export
Control Act
• Copyright Act,
1909, 1976
• Code of Federal
Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of
1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade
Commision Act
• Uniform Deceptive
Trade Practices Act
Kesimpulan Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada
Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang
lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya. Kesimpulan dari 5 negara yang
dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini
adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah
Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya
sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap
perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam
penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan
tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk
kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.
Dari 5 negara yang telah disebutkan diatas, Negara yang
memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia, tetapi yang
memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun
untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap
perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan. Untuk
Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw
karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan, tetapi di
Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk
kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam taham
perancangan.
Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum
karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan
menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak property,
masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data,
pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan
aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan
manusia dengan memanfaatkan teknologi internet.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama internasional
dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di
kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on
Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi
ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara,
termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota
Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan
mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk dengan
pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama
antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan
untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan
teknologi informasi.
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan
sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain
yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan
penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme
kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk
memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi
manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi
Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan
sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak
berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan
informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa
sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal
ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument Hukum Internasional dalam
mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk
tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of
Europe Convention on Cybercrime
Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh
suatu Negara tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada
masyarakat Negara tertentu.
Computer Crime Act (CCA): merupakan undang-undang
penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
Council of Europe Convention on Cybercrime: merupakan
organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia
internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di
seluruh dunia.
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE di Indonesia
Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial
yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak
cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia cyber atau
dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan peradaban
manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas, tidak
terbatas oleh garis teritotial suatu negara.
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak,
menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya
kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfaatkan untuk
kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi
informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan
tindakan kejahatan, seperti maraknya proses prostitusi, perjudian di dunia maya
(internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan
lewat internet, semuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi
dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi
elektronik. Itulah alasannya pemerintah Indonesia mengesahkan UU ITE(Informasi
dan Transaksi Elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara
luas dan terarah, demi terciptanya masyarakat elektronik yang selalu menerapkan
moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupannya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE:
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkan potensi pariwisata Indonesia dengan mempermudah layanan
menggunakan ICT.
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
Indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia
Produk ekspor Indonesia dapat diterima tepat waktu sama
dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi
kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah
diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif
mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat
beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana
mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia, penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan dengan metode
penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat
berjalan dengan efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti
bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti
hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo,
sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak
punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand,
Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti
India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat
cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi
kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu
kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia
dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali.
Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding
di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet
dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri.
Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list
kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum
memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di
negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang
pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.”
Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus,
flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung
oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah
suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam,
penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada
manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin menghukum
mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masyarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat
dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
Penyampaian pendapat dalam dunia maya
Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi
keterjaminan hak.
Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37,
hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat
virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem
elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika
sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan dikenakan
delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si penyebar
virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus.
Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy
(memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit
Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian
akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini tentunya
mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap
Indonesia. Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani Transaksi
Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum
ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis dari UU
ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan
diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun
kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan internet sehat
lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno
dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE
ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti,
beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara
keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/
transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan
transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum.
Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya
tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi
seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception,
tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan
Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus
mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau internet
service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak kejahatan.
Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.
Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh
mengatakan, saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno,
padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang
menggunakan komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE.
Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai
formalitas sesaat, yang mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya
berlaku jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun
kaum terpelajar tidak sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini,
terbukti dengan masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun
pengaksessan situs porno.
“Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di
dunia,” kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku
Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta
Kesimpulan
Dari hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE
terhadap Kegiatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini
merupakan sesuatu yang menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak
pihak untuk keluar dari pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat
terlalu terfokus pada larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga
melupakan esensi dari UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE
merupakan suatu langkah yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep
hukum baru yang selama ini kerap menimbulkan polemik.
Dampak UU ITE :
Dampak positif:
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan
manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan
menggunakan ICT.
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet
indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama
dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi
kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
Dampak negatif:
Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar
kesusilaan. Kesusilaan kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan
foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun,
apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang juga ditujukan
untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas gay atau
lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga dianggap melanggar kesusilaan?
Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah
blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan pendapat.
Karena UU ini, bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak
menyinggung orang lain, menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan
referensi atau membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau
ketakutan menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang
kebebasan berpendapat
Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi
lebih kepada pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat
untuk melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena
seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya
menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di
bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi macam-macam.
3. Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih
banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada
yang sama sekali tidak peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan
mensosialisasikan UU ITE agar dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Sumber :
http://muhammadabcdefahrizal.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite_29.html
http://d1maz.blogspot.com/2012/03/perbedaan-cyberlaw-di-negara-negara.html
http://awansendi.blogspot.com/2015/04/perbedaan-cyberlaw-di-berbagai-negara.html#more
http://mutiaramarini.blogspot.com/2014/04/perbedaan-cyber-law-computer-crime-act.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar